Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, segala puji hanya bagi Allah yang telah memberi kita nikmat iman, nikmat Islam, dan nikmat waktu untuk terus memperbaiki diri. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad ﷺ, keluarga beliau, para sahabat, dan umatnya hingga akhir zaman.

Dunia ini ibarat taman yang indah. Ia tampak menenangkan, mempesona, dan menggoda pandangan. Namun, di balik keindahannya tersimpan ujian yang halus—ujian yang bisa menjerat siapa pun yang tidak berhati-hati.

Ada sebuah perumpamaan yang sangat indah tentang seekor semut dan setetes madu.
Suatu ketika, ada sesendok madu yang jatuh ke lantai. Datanglah seekor semut kecil mencicipinya dari pinggir. Ia menikmati manisnya sebentar, lalu pergi. Namun rasa manis itu begitu memikat. Ia pun kembali lagi, ingin menambah sedikit saja. Tapi akhirnya ia masuk lebih dalam, ke tengah madu itu, karena merasa belum puas.

Saat ia sudah berada di tengah madu, ia sangat menikmati manisnya. Tapi ketika ingin keluar, ternyata kakinya lengket. Ia berusaha sekuat tenaga, tapi tak bisa. Hingga akhirnya ia mati terperangkap dalam madu yang begitu manis itu.

Begitulah manusia ketika tergoda oleh manisnya dunia.
Awalnya sekadar mencicip, hanya ingin “sedikit saja”. Namun lama-kelamaan, rasa cinta terhadap dunia semakin kuat. Hati menjadi lengket dengan kemewahan, jabatan, harta, dan pujian. Sampai akhirnya sulit keluar dari jeratnya. Padahal, semua itu hanyalah sementara.

Allah Ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an:

وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
“Kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang menipu.” (QS. Ali Imran: 185)

Dunia bukanlah tempat untuk tinggal, melainkan tempat untuk beramal. Rasulullah ﷺ bersabda:

“Dunia ini adalah penjara bagi orang mukmin dan surga bagi orang kafir.” (HR. Muslim)

Artinya, orang beriman tidak seharusnya terlena oleh dunia. Ia harus menjadikan dunia jembatan menuju akhirat, bukan tujuan akhir dari perjalanan hidupnya. Bukan berarti kita tidak boleh menikmati dunia. Islam tidak melarang kita untuk bekerja, memiliki harta, atau menikmati rezeki yang halal. Namun yang dilarang adalah ketika cinta dunia menguasai hati sehingga kita lupa kepada Allah, lalai dari ibadah, dan enggan berinfak di jalan kebaikan.

Dunia ini seperti bayangan. Jika kita kejar, ia akan menjauh. Tapi jika kita fokus kepada akhirat, dunia justru akan datang mengikuti. Oleh karena itu, mari kita belajar dari semut tadi. Cukupkan diri dengan manisnya dunia sekadar kebutuhan, bukan kesenangan tanpa batas. Gunakan dunia untuk menanam amal saleh: bersedekah, menolong sesama, dan memperbanyak ibadah.

Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kita taufik untuk memperlakukan dunia sebagaimana mestinya—di tangan, bukan di hati.
Dan semoga setiap langkah, pekerjaan, dan nikmat dunia yang kita miliki menjadi jalan menuju ridha dan surga-Nya.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

By Ali